Polisi Tetapkan Tersangka Penghasutan Tolak Ibadah Natal di Lampung
Jakarta, CNN Indonesia -- Polda Lampung menetapkan satu tersangka tindak pidana penghasutan untuk menghentikan ibadah Natal di Gereja Protestan Indonesia (GPI) Tulang Bawang, Lampung akhir tahun lalu. Insiden tersebut diketahui sempat mencuat dan menjadi polemik di media sosial. Tersangka berinisial IMR bin BR (46) merupakan warga Kampung Banjar Agung, Tulang Bawang. "Tersangka diduga telah melakukan penghasutan dan mengajak orang di kampungnya untuk menghentikan ibadah Natal dan pemalangan pintu gereja pada 25 Desember 2021 silam," kata Kepala Sub Direktorat 1 Keamanan Negara (Kasubdit 1 Kamneg) Polda Lampung AKBP Dodon Priyambodo kepada wartawan, Selasa (18/1). Menurutnya, tersangka menggunakan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 sebagai modus operandi untuk menghasut warga lain melakukan penghalangan ibadah. Dari hasil pemeriksaan penyidik, tersangka diduga sudah lama menghalang-halangi kegiatan peribadatan jemaat GPI Tulang Bawang. "Sudah tiga kali, yang terakhir pada 25 Desember 2021," jelasnya. Sejauh ini, kata dia, penyidik telah memeriksa total 22 saksi yang terdiri dari pihak gereja sembilan orang, pemerintah daerah (Pemda) tiga orang, dan dua saksi lain terkait persuratan. Sementara itu penyidik masih mendalami delapan orang lain yang diduga terlibat dalam peristiwa tersebut. Polisi turut menyita tiga handphone yang berisi rekaman penghasutan untuk mengajak rekan-rekannya menghentikan kegiatan di gereja. Kemudian, penyidik turut menyita surat tertanggal 12 November yang ditujukan kepada Bupati Tulang Bawang. Serta beberapa alat elektronik lain hingga dua lembar banner bertuliskan 'GPI Ditutup'. Tersangka IMR dijerat dengan pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 dan atau pasal 160 KUHPidana dan atau pasal 175 KUHPidana dengan ancaman 10 tahun penjara. Sebelumnya beredar video yang memperlihatkan sejumlah masyarakat mendatangi gereja dan melarang kegiatan di sana. Dua kelompok masyarakat itu terlihat bercekcok dan saling berdebat. Cekcok terjadi lantaran masyarakat memaksa agar kegiatan ibadah di gereja tersebut dihentikan lantaran belum memiliki izin. Namun demikian, dilakukan mediasi hingga akhirnya ibadah bisa dilakukan hingga hari raya Natal berakhir. Salah satu bunyi kesepakatan yang diambil oleh pihak gereja dan masyarakat setempat ialah untuk menurunkan lambang salib yang terpasang di depan bangunan.